Nama : Dani Darmwan
Kelas : 1H PGSD
NPM : 14.1.01.10.0020
Soal
:
1. Jelaskan
definisi psikologi dan psikologi pendidikan !
2. Jelaskan
peran guru dalam pembelajaran konstruktifisme !
3. Jelaskan
peranan psikologi pendidikan dalam kegiatan pembelajaran !
4. Bagaimana
pandangan vygotsky tentang perkembangan koknitif ?
5. Jelaskan
faktor – faktor yang mempengaruhi belajar !
6. Jelaskan
perbedaan antara paradikma behavorisme, koknitifisem, dan kontruktifisem !
7. Bagaimana
peranan guru agar siswa dapat belajar secara optimal dan memperoleh hasil
belajar yang secara optimal ?
8. Sebagai
guru apa yang anda akan lakukan jika siswa sering meninggalkan kelas / tempat
duduk dan cenderung mengganggu temannya ?
Jawaban :
1.Pengertian
Psikologi Dan Psikologi Pendidikan
1.
Psikologi
Psikologi adalah
ilmu yang ingin mempelajari manusia. Yaitu manusia sebagai suatu kesatuan yang
utuh antara jasmani dan rohani, yakni manusia sebagai individu.
Dengan
singkat dapat kita katakan bahwa Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia yang dimaksud dengan tingkah laku di sini ialah segala
kegiatan/tindakan/ perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadarinya termasuk di dalamnya
yaitu cara berbicara, berjalan, berpikir, mengambil keputusan, cara melakukan
sesuatu,cara bereaksi terhadap segala sesuatu yang datang dari luar diri,
maupun dari dalam diri.
Psikologi Pendididkan
Psikologi
Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam
pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran,
dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan
berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus
pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus
penyandang cacat.
2.Peran Guru
Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut carnegie tentang pendidikan terdapat sejumlah kemampuan yang harus
dimiliki oleh guru adalah :
Memiliki pemahaman tentang kerja baik fisik maupun
sosial, memiliki kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, memiliki kemampuan
membantu pemahaman siswa, memiliki kemampuan mempercepat kreativitas siswa, dan
memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain.
Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki
pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, dimana
memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Disamping penguasaan materi, guru
juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak
ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar
dari topik-topik yang beragam.
peranan guru tidak lebih sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan
pandangan konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator lebih berat dibandingkan
hanya sebagai transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki
konsekuensi langsung sebagai perancang, model, pelatih, dan pembimbing.
Disamping sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan guru dalam
pembelajaran adalah expret learnes, sebagai manager, dan sebagai mediator.
Sebagai expert learnes, guru diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang
pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup untuk siswa, menyediakan masalah dan
alternatif solusi, memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah strategi
ketika siswa sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif, afektif,
dan psikomor siswa.
Sebagai manager, guru berkewajiban memonitor hasil belajar siswa dan
masalah-masalah yang dihadapi mereka, memonitor disiplin kelas dan
interpesonal, dan memonitor ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas.
Sebagai mediator, membantu para siswa memformulasikan pertanyaan atau
mengkonstruksi representasi visual dari suatu masalah, memandu para siswa
mengembangkan sikap positif terhadap belajar, pemusatan perhatian, mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan awal, menjelaskan bagaimana
menghubungkan gagasan-gagasan para siswa, dan pemodelan proses berpikir dengan
menunjukan kepada siswa agar mampu berpikir kritis.
Peran guru adalah menciptakan dan memahani sintaks pembelajaran. Sintaks
pembelajaran adalah langkah-langkah operasional yang dijabarkan berdasarkan
teori desain pembelajaran. Sintaks pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivistik seringkali mengalami adapatasi sesuai dengan kebutuhan. Hal
ini menjadi penting untuk menyempurnakan yang rekursif, fleksibel, dan dinamis.
3. Peran
Psikologi Pendidikan Dalam Proses Belajar-Mengajar
Dalam bukunya, Drs. Alex
Subor, M,si mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah
subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi
pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
Secara garis besar, umumnya
batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam :
1. Mengenai
belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar
peserta didik dan sebagainya.
2. Mengenai
proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam
kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
3. Mengenai
situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik
maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Sementara menurut Samuel
Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan,
yaitu :
1. Pengetahuan
tentang psikologi pendidikan (The science
of educational psychology)
2. Hereditas
atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3. Lingkungan
yang bersifat fisik (physical structure).
4. Perkembangan
siswa (growth).
5. Proses-proses
tingkah laku (behavior proses).
6. Hakikat dan
ruang lingkup belajar (nature and scope
of learning).
7. Faktor-faktor
yang memperngaruhi belajar (factors that
condition learning)
8. Hukum-hukum
dan teori-teori belajar (laws and
theories of learning).
9. Pengukuran,
yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and
definitions).
10. Tranfer belajar, meliputi mata
pelajaran (transfer of learning subject
matters)
11. Sudut-sudut pandang praktis
mengenai pengukuran (practical aspects of
measurement).
12. Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan membentuk watak (character education).
15. Pengetahuan psikologi tentang
mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology
of secondary school subjects).
16. Pengetahuan psikologi tentang
mata pelajaran sekolah dasar (psychology
of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar
dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak
didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun
dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses
pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar.
Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi
yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003)
mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan
calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan
proses belajar mengajar peserta didik”
Guru dalam menjalankan
perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami
tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang
terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala
aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang
pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi
pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya
diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi
pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan
bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran.
Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi
perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran
yang sesuai.
Dengan memahami psikologi
pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode
pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan
karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat
perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan
konseling.
Tugas dan peran guru, di
samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para
siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat
memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan
interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta
didik.
Memfasilitasi artinya berusaha
untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat,
kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan
dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan
belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan
mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun
motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran
membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi
pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim
sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar
dengan nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang
psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa
secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan
siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil
Pemahaman guru tentang psikologi
pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa
yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip
penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
4. Pandangan Vygotsky Tentang Perkembangan
Kognitif
Lev Vygotsky
(1896-1934) berpendapat bahwa anak secara aktif menciptakan pengetahuan mereka
sendiri. Teori Vvygotsky adalah teori kognitif yang mengutamakan bagaimana
interaksi sosial dan budaya menuntun perkembangan kognitif.
Vygotsky melukiskan perkembangan sebagai sesuatu yang
tidak terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya. Ia berpendapat bahwa
perkembangan memori, atensi dan penalaran, mencakup kegiatan belajar
untuk menggunakan temuan-temuan dari masyarakat, seperti bahasa, system
matematika, dan strategi memori. Dalam suatu budaya, hal ini dapat meliputi
kegiatan belajar berhitung dengan bantuan komputer. Di hari lainnya, individu
juga dapat belajar berhitung dengan menggunakan tangannya atau manik-manik.
Teori Vygotsky telah cukup banyak merangsang minat terhadap pandangan yang
menyatakan bahwa pengetahuan itu kolaboratif.
Dalam pandangan ini, pengetahuan tidak disimpulan dari
dalam individu namun dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan
berbagai objek di dalam budaya tersebut, seperti buku-buku. Hal ini
mengimplikasikan bahwa pengetahuan paling baik dikembangkan melalui
interaksi dengan orang lain dalam aktivitas kooperatif. Secara khusus, ia
berpendapat bahwa interkasi anak-anak dengan orang dewasa dan kawan-kawan
sebaya yang lebih terampil tidak dapat dipisahkan untuk meningkatkan
perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi ini, anggota yang kurang
terampil dari suatu budaya belajar untuk menggunakan perangkat yang dapat
membantu mereka untuk beradaptasi dan berhasil.
5.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Berhasil
atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi
pencapaian hasil belajar yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar dan
ada pula dari luar dirinya. Dibawah ini dikemukakan faktor-faktor yang
menentukan pencapaian hasil belajar :
A.
Faktor Internal (Yang Berasal Dari Dalam Diri)
1.
Kesehatan
Kesehatan
jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila
seseorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam, pilek, batuk dan
sebagainya,dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar.
Demikian
pula halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik, misalnya mengalami
gangguan pikiran, perasaan kecewa karena konflik debngan pacar, orang tua atau
karena sebab lainnya, ini dapat mengganggu atau mengurangi semangat belajar.
Karena itu, pemeliharaan kesehatan sangat penting bagi setiap orang fisik
maupun mental, agar badan tetap kuat, pikiran selalu segar dan bersemangat
dalam bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar.
2. Intelegensi (kecerdasan)
Seseorang
yang memiliki intelegensi baik (IQ-tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya
pun cendrung baik sebaliknya orang yang intelegensinya rendah, cenderung
mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir sehingga prestasi belajarnya
rendah.
Raden Cahaya Prabu, pernah mengatakan dalam mottonyan bahwa: “didiklah anak
sesuai taraf umurnya. Pendidikan yang berhasil karena menyelami jiwa anak
didiknya”. Yang menarik dari ungkapan ini adalah tentang umur dan menyelami
jiwa anak didik.
Beliau berkeyakinan bahwa perkembangan taraf intelegensi sangat pesat pada masa
umur balita dan mulai menetap pada akhir masa remaja. Taraf intelegensi tidak
mengalami penurunan, yang menurun hanya penerapannya saja, terutama setelah
berumur 65 tahun ke atas bagi mereka yang alat inderanya mengalami kerusakan.
Karena intelegensi diakui ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Beliau juga mengatakan bahwa
anak-anak yang taraf intelegensinya dibawah rata-rata, yaitu dull normal,
debil, embicil, dan idiot sukar untuk sukses dalam sekolah. Mereka tidak akan
mencapai pendidikan tinggi karena kemampuan potensinya terbatas. Sedangkan
anak-anak yang taraf intelegensinya normal, diatas rata-rata seperti superior,
gifted dan genius, jika saja lingkungan dan keluarga, masyarkat dan lingkungan
pendidikannya juga turut menunjang, maka mereka akan dapat mencapai prestasi
dan keberhasilan dalam hidupnya.
3.
Bakat
Bakat
merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar
seseorang. Bakat memang diakui sebagai kemamapuan bawaan yang merupakan potensi
yang masih perlu dikembangkan atau latihan. Misalnya belajar main piano,
apabila dia memiliki bakat musik akan lebih mudah dan cepat pandai dibandingkan
dengan orang yang tidak memiliki bakat itu.
Banyak
sebenarnya bakat bawaan atau terpendam yang dapat ditumbuhkan asalkan diberikan
kesempatan dengan sebaik-baiknya. Disini tentu saja diperlukan pemahaman
terhadap bakat apa yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Soenarto dan Hartono
bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu,
akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau
motivasi agar bakat itu dapat terwujud. Misalnya, seseorang mempunyai bakat
menggambar jika ia tidak pernah diberi kesempatan untuk mengembangkan, maka
bakat tersebut tidak akan tampak. Jika orang tuanya menyadari bahwa ia
mempunyai bakat menggambar dan mengusahahkan agar ia mendapatkan pengalaman
yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya dan anak itu juga menunjukkan
minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, maka ia akan dapat
mencapai prestasi yang timbul dan bahkan dapat menjadi pelukis terkenal.
Sebaliknya, seorang anak yang mendapatkan pendidikan menggambar dengan baik,
namun tidak memiliki bakat menggambar, maka tidak akan pernah mencapai prestasi
untuk bidang tersebut. Dalam kehidupan di sekolah sering tampak bahwa seseorang
yang mempunyai bakat dalam bidang olahraga, umumnya prestasi mata pelajaran
lainnya juga baik.
Keunggulan dalam salah satu bidang,
apakah bidang sastra, matematika atau seni, merupakan hasil interaksi merupakan
hasil dari bakat yang dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan yang menunjang
termasuk minat dan dorongan pribadi.
4.
Minat
Menurut
Slameto, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada
suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri,
semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat. Minat dapat
timbul karena daya tarik dari luar dan datang dari hati sanubari.
Minat
yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk
mencapai atau memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Timbulnya
minat belajar disebabkan berbagai hal antara lain karena keinginan yang kuat
untuk menaikan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup
senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cendrung menghasilkan prestasi
yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang
rendah.
Dalam
konteks itulah diyakini bahwa minat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak
didik. Tidak banyak yang dapat diharapkan untuk menghasilkan prestasi belajar
yang baik dari seseorang anak yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu.
Persoalannya
sekarang adalah bagaimana menimbulkan minat anak didik terhadap sesuatu?
Memahami kebutuhan anak didik dan melayani kebutuhan anak didik adalah satu
upaya membangkitkan minat anak didik.
Dalam
penentuan jurusan harus disesuaikan dengan minat anak didik. Jangan dipaksakan
agar anak didik tunduk pada kemauan guru untuk memilih jurusan lain yang
sebenarnya anak didik tidak berminat. Dipaksakan juga pasti akan sangat
merugikan anak didik. Anak didik cenderung malas belajar untuk mempelajari mata
pelajaran yang disukainya. Anak didik pasrah pada nasib dengan nilai apa
adanya.
Cara
yang efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah
dengan menggunakan minat-minat anak didik yang telah ada. Misalnya, beberapa orang
anak didik menaruh minat pada olahraga balap mobil. Sebelum mengerjakan
kecepatan gerak guru dapat menarik perhatian anak didik dengan menceritakan
sedikit mengenai balap mobil yang baru saja berlangsung, kemudian sedikit demi
sedikit diarahkan ke materi pelajaran sesungguhnya.
5. Motivasi
Menurut
Neoehi Nasution, Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendororng seseorang
untuk melakukan sesuuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi
psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Motivasi berbeda dengan
minat. Ia adalah daya penggerak atau pendorong untuk melakukan suatu pekerjaan.
Yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Motivasi yang berasal
dari dalam diri (intrinsik), yaitu dorongan yang datang dari sanu bari umumnya
karena kesadaraan akan penting nya sesuatu. Motivasi yang berasal dari luar
(ekstrinsik) yaitu dorongan yang datang dari luar diri (lingkungan), misalnya
dari orang tua, guru, teman-teman, dan anggota masyarakat. Seseorang yang
belajar dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya
dengan sungguh-sungguh, penuh gairah, atau semangat.
Sebaliknya,
belajar dengan motivasi yang lemah akan malas bahkan tidak mau mengerjakan
tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran.
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilannya.
Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam
diri dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan
harus dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan
selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar.
6.
Cara Belajar
Cara
belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa
memperhatikan tekhnik dan faktor psiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan,
akan mempengaruhi hasil yang kurang memuaskan.
Ada orang yang sangat rajin belajar, siang dan malam tanpa istirahat yang
cukup. Cara belajar seperti ini tidak baik. Belajar harus ada istirahat untuk
member kesempatan kepada mata, otak, serta organ tubuh lainnya untuk memperoleh
tenaga kembali.
Selain itu, teknik-teknik belajar perlu diperhatikan, bagaimana caranya
membaca, mencatat, menggaris bawahi, membuat ringkasan /kesimpulan, apa yang
harus dicatat dan sebagainya. Selain dari teknik-teknik tersebut, perlu juga
diperhatikan waktu belajar, tempat, fasilitas, penggunaan media pengajar, dan
penyesuaian bahan pelajaran.
7. Kemampuan Kognitif (Konsep Diri)
Konsep
diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa
yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya,
serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Disini
konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang tentang keadaan dirinya
sendiri pada saat ini dan bukanlah bayangan ideal dari dirinya sendiri
sebagaimana yang diharapkan atau yang disukai oleh individu bersangkutan.
Konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal mengenai
dirinya sejak ia kecil, terutama yang berkaitan dengan perlakuan orang lain
terhadap dirinya.
Dalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal dan
diakui oleh para ahli pendidikan, ranah kognitif, afektif, psikomotor. Ranah
kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk
disukai. Karena penguasaan kemampuan pada tingkat ini menjadi dasar bagi
penguasaan ilmu pengetahuan.
Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jembatan unutk sampai pada
penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat, dan berpikir.
Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan dan informasi kedalam
otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan
lingkungan. Hubungan ini dilakukan lewat indranya, yaitu indra penglihatan,
pendengar, peraba, perasa, dan pencium. Dalam pengajaran guru harus menanamkan
pengertian dengan cara menjelaskan materi pelajaran sejelas-jelasnya, bukan
bertele-tele pada anak didik, sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi anak
didik. Kemungkinan kecilnya kesalahan persepsi anak bila penjelasan ini
diberikan itu mendekati objek yang sebenarnya.
Semakin dekat penjelasan guru dengan realitas kehidupan semakin mudah anak
didik menerima dan mencerna materi pelajaran yang disajikan. Seseorang anak yang
telah memiliki kemampuan persepsi ini berarti telah mampu menggunakan
bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, entah objek
itu orang, benda, atau kejadian peristiwa. Objek-objek itu direpresentasikan
atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang,
yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
B.
Faktor Eksternal (Yang Berasal Dari Luar Diri)
1. Keluarga
Keluarga
adalah ayah, ibu, dan anak-anak serta family yang menjadi penghuni rumah.
Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam
belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan,
cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua
orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak, tenang atau
tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut mempengaruhi pencapaian hasil
belajar anak.
Disamping itu, faktor keadaan rumah juga
turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Besar kecilnya rumah tempat tinggal,
ada atau tidak perlalatan / media belajar seperti, papan tulis, gambar, peta,
ada atau tidak ada kamar atau meja belajar, dan sebagainya, semuanya itu juga
turut menentukan keberhasilan belajar seseorang.
2. Sekolah
Keadaan
sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar.
Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak,
keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid
perkelas, pelaksanaan tata-tertib sekolah, dan sebagainya, semua ini turut
mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Bila suatu sekolah kurang memperhatikan
tata-tertib (disiplin), maka murid-muridnya kurang mematuhi perintah para guru
dan akibatnya mereka tidak mau belajar sungguh-sungguh di sekolah maupun di
rumah.
Hal
ini mengakibatkan prestasi belajar anak menjadi rendah. Demikian pula jika
jumlah murid perkelas terlalu banyak (50-60 orang), dapat mengakibatkan kelas
kurang tenang, hubungan guru dengan murid kurang akrab, control guru menjadi lemah,
murid menjadi kurang acuh terhadap gurunya, sehingga motivasi belajar menjadi
lemah.
3. Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan
prestasi belajar. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri
dari orang-orang yang berpendidikan terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah
tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar.
Tetapi sebaliknya, apabila tinggal dilingkungan banyak anak-anak yang nakal,
tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangfat belajar
atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar menjadi
berkurang.
4. Lingkungan
Sekitar
Keadaan
lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting mempengaruhi prestasi belajar.
Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu-lintas, iklim
dan sebagainya. Misalnya, bila bangunan penduduk sangat rapat, akan mengganggu
belajar. Keadaan lalu-lintas yang membisingkan, suara hiruk-pikuk orang
disekitar, suara pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu panas, semuanya ini
akan mempengaruhi kegairahan belajar. Sebaliknya, tempat yang sepi dengan iklim
yang sejuk, ini akan menunjang proses belajar.
Lingkungan
sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang didalamnya dihiasi dengan
tanaman atau pepohonan yang dipelihara dengan baik. Abotik hidup mengelompokkan
dengan baik dan rapi sebagai laboratium alam bagi anak didik. Sejumlah kursi
dan meja belajar tertata rapi dan ditempatkan dibawah pohon-pohon tertentu agar
anak didik dapat belajar mandiri diluar kelas dan berinteraksi dengan
lingkungan. Kesejukan lingkungan membuat anak didik betah berlama-lama di
dalamnya. Begitulah lingkungan sekolah yang dikehendaki. Bukan lingkungan
sekolah yang gersang, pengap, tandus, dan panas yang berkepanjangan. Oleh
karena itu, pembangunan sekolah sebaiknya berwawasan lingkungan, bukan memusuhi
lingkungan.
6. Perbedaan Antara Paradikma Behaviorisme, Koknitifisem,
Dan Konstruktifisem
Paradigma Pembelajaran Behaviorisme
Teori
pembelajaran behavioristik mencari penjelasan-penjelasan dari tingkah laku yang
sederhana yang dapat didemonstrasikan secara ilmiah. Oleh karena itu, arena manusia dianggap menyerupai mesin, penjelasan
behavioristik cenderung agak bersifat mekanis. Teori ini memanfaatkan dua
kategori penjelasan tentang pembelajaran, yaitu penjelasan berdasarkan pada
perilaku stimulus dan respon, dan penjelasan berdasarkan akibat dari tingkah
laku yaitu penguatan dan hukuman (reinforcement and punishment).
Beberapa prinsip dari teori
behavioristik adalah sebagai berikut:
o pengulangan
o tugas secara berurutan dari hal-hal yang kecil dan
konkret
o penguatan positif dan negatif
o konsistensi dalam penggunaan penguat selama proses
belajar mengajar
o kebiasaan dan respon yang tidak diharapkan dapat
dihancurkan dengan menghilangkan penguat positif yang terhubung pada mereka
o penguatan yang cepat, konsisten dan positif meningkatkan
kecepatan pembelajaran
o ketika suatu item dipelajari, penguatan yang diberikan
akan memperkuat daya ingat
Paradigma
Pembelajaran Kognitifisem
Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek
kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai
dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara
sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi
antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Psikologi kognitif
menekankan pada penting proses internal atau proses-proses mental.
Prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai
berikut.
a.
Belajar
merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran.
b.
Sehubungan
dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti
penyelesaian tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga harus memperhatikan
faktor manusia dan lingkungan psikologisnya.
c.
Ahli
kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu.
Paradigma
Pembelajaran Konstruktivisem
Konstruktivisme merupakan teori
pembelajaran yang mengargumentasikan bahwa manusia membangun makna dari
berbagai struktur pengetahuan yang ada pada dirinya. Pada waktu-waktu yang lalu
pemikiran konstruktivis tidak dihargai secara luas karena persepsi bahwa
anak-anak bermain dipandang tidak bertujuan dan memiliki sedikit manfaat.
Dewasa ini, teori konstruktivis sangat berpengaruh khususnya pada sektor
pembelajaran informal dan mulai diperkenalkan dalam sektor pembelajaran
lainnnya.
Teori konstruktivisme menjelaskan
bagaimana pengetahuan diinternalisasikan oleh pembelajar, yaitu melalui dua
macam proses, yaitu proses akomodasi dan asimilasi. Ketika seseorang
berasimilasi, ia menggabungkan pengalaman baru ke dalam kerangka yang sudah ada
tanpa mengubah kerangka tersebut. Di sisi lain, akomodasi adalah proses membuat
kerangka ulang pada representasi mental seseorang tentang dunia luar agar bisa
sesuai dengan pengalaman-pengalaman baru yang diterima.
Perlu dipahami bahwa konstruktivisme tidak menganjurkan suatu cara pendidikan tertentu, tetapi menggambarkan bagaimana pembelajaran seharusnya berlangsung, yaitu bahwa pembelajar mengkonstruksi pengetahuan. Konstruktivisme merupakan gambaran kognisi manusia yang sering dikaitkan dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang mempromosikan learning by doing.
Dalam kaitan dengan pembelajar, teori konstruktivisme memandang siswa sebagai individu unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang unik, dan memiliki kepribadian yang kompleks dan multidimensional. Teori konstruktivisme tidak hanya mengakui keunikan dan kompleksitas pembelajar, tetapi juga mendorong, memanfaatkan, dan menghargainya sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
7. Peranan
Guru Agar Siswa Dapat Belajar Secara Optimal Dan Memperoleh Hasil Belajar
Secara Optimal
Guru adalah komponen
yang penting dalam pendidikan, yakni orang yang bertanggung jawab mencerdaskan
kehidupan anak didik, dan bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam rangka membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila
yang cakap, berguna bagi Nusa dan Bangsa di masa yang akan datang. Guru
berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas
perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu siswa akan tumbuh dan
berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.
Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Jadi, inti dari peran
guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan
interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya.
Cara guru untuk dapat mengoptimalkan
proses belajar dan hasil belajarnya :
1.
Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang
sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan
belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar
belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan
teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
2. Guru
dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
3. Guru
seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan
saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa
yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
4. Guru
senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan
berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas
maupun di luar kelas.
5.
Guru sebaiknya dapat memahami
prinsip-prinsup umum konseling dan menguasai teknik-tenik dasar konseling untuk
kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami
kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.
8. Tindakan Yang Saya Akan Lakukan
:
Jika
dalam suatu kelas yang saya ajar ada salah satu siswa yang sering meninggalkan
kelas/tempat duduk dan cenderung mengganggu temannya, maka tindakan pertama
yang saya lakukan adalah memberikan nasehat secara baik, dan dengan suara yang
lemah lembut agar siswa tersebut tidak marah. Jika dengan memberi nasehat anak
tidak berubah maka saya akan memberinya perhatian khusus, mungkin dengan cara
mendekati tempat dududknya ketika pelaksanaan kbm sedang berlangsung. Selain
itu guru dapat melakukan pemindahan tempat duduknya. Siswa yang sering
mengganggu temannya tempat duduknya dipindahkan didepan dekat tempat duduk
gurunya. Dengan cara seperti itu diharapkan dapat memperkecil ruang gerak siswa
dalam berpindah tempat duduk dan sering mengganggu temannya. Jika didalam suatu
kelas ada lebih dari satu anak yang suka mengganggu temannya maka guru harus
melakukan pemisahan tempat duduknya, agar didalam proses pembelajaran tidak
terjadi kegaduhan dan keramaian yang akan membuat siswa lain terganggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar